A Taste of Honey 4 - Outward Adventure - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Dikeluarkannya handuk besar yang dipakai mengeringkan tubuh seusai berenang tadi. Dihamparkannya di atas rerumputan di antara pepohonan teh. Hmm.. Rupanya ia akan mengulangi peristiwa di pekarangan rumahnya. Matahari sudah agak condong ke barat. Udara dingin menyapu tubuh kami.

"Ada orang lewat nanti Han!" kataku mengingatkan.
"Tidak ada. Pemetik teh tidak akan datang ke kebun sore-sore begini. Kalau nanti ada yang lewat pasti dia pasangan berbeda jenis seperti kita yang juga mencari tempat", katanya sambil tertawa kecil.

Benar juga kupikir. Mungkin kalau hari libur banyak orang Jakarta yang mencari udara segar bisa saja tersesat sampai di tempat kami, namun sekarang bukan hari libur. Jadi kupikir aman saja. Resiko selalu ada, namun masih imbang dengan keuntungannya.

Tidak lama kemudian kami berdua sudah berbaring berpelukan dalam keadaan bugil. Kucium bibirnya dan kuremas buah dadanya. Ia merintih, nafsunya mulai bangkit. Kubalikkan tubuhnya sehingga membelakangiku. Kuciumi tengkuk, cuping telinga, leher dan punggungnya.

"Ouhh jangan kau siksa aku.. Ayo kita lanjutkan say.."

Kami kembali berbaring miring berhadapan. Kuremas dadanya dengan kuat, kupilin putingnya. Kemaluanku cepat mengeras. Mulutnya mencari bibirku ketika bibirku sedang menjilati lehernya. Kuangkat sebelah kaki yang ada di atas dan kucoba memasukkan kemaluanku ke dalam vaginanya. Beberapa kali kucoba dan hanya kepala penisku yang bisa menyentuh bibir vaginanya. Akhirnya Hanny memajukan pantatnya, dada dan kepalanya menjauh dari tubuhku. Dalam posisi demikian akhirnya dengan kerja keras aku bisa menembus guanya.

Kudorong pantatku maju mundur dengan pelan. Agak sulit melakukannya dalam posisi miring. Kuputar badannya, tubuhku kini ada di atasnya. Kugenjot vaginanya. Tak berapa lama kembali ia memainkan otot vaginanya. Aku membiarkan ia bermain sendiri tanpa membalas kedutan ototnya.

Pantatku kunaik-turunkan dan rasa nikmat menjalar di sekujur tubuh kami. Kadang pantatku kugantung dan ia menaikkan pantatnya, menyongsong dari bawah. Demikian dalam posisi ini kami bertahan beberapa saat sampai akhirnya aku merasakan denyutan yang kuat di ujung penis dan sualtu liran yang cepat mengalir dalam saluran kencingku.

Keringat sudah membanjir di tubuh kami. Dinginnya udara tidak terasa lagi. Kupacu kudaku mendaki lereng terjal menuju ke puncak penuh kenikmatan. Kami saling memagut, mencium, meremas dan menjilat bagian tubuh yang bisa kami capai dengan mulut dan tangan kami.

"Aku tidak tahan lagi. Hebat kamu To, aku keluar.. Oukhh"
"Eeahh.. Haahhnn .. Nnyyhh!"

Ia berteriak dan melengkungkan badannya. Kuselesaikan permainan ini dengan sempurna. Kutekan kemaluanku sedalam yang aku bisa. Tangannya mencengkeram handuk. Sunyi sejenak tanpa ada suara apapun kecuali napas kami yang hampir putus.

Hanny memutarkan tubuhnya tanpa melepaskan kemaluanku, dalam posisi di atasku.

"Luar biasa kamu Anto, aku.. Seperti.. Tidak mau melepaskanmu".
"Akupun sangat puas, permainanmu juga hebatth", kataku sambil mengacungkan jempol.

Kami turun ke Bogor dan pulang ke rumah. Malamnya ia ke kamar kosku sambil membawa sekantung anggur hijau untukku. Ia memberi kode jari tengah bertemu dengan ibu jari. Aku menggeleng, kukatakan bahwa tenagaku sudah habis, nanti malah kamu kecewa. Luar biasa wanita ini, seakan gairahnya tidak pernah padam. Ia tersenyum, mengerti dengan keadaanku yang memang sangat kelelahan. Akhirnya ia pulang dan akupun tidur dengan memeluk guling erat-erat.

Pengalaman berikutnya terjadi setelah kami bergumul ria di sebuah bungalow di kawasan Puncak. Sengaja kami memilih bungalow yang paling ujung dan sudut. Di belakang bungalow ada tanah kosong yang ditanami rerumputan selebar tiga meter dan kemudian dibatasi dengan tembok yang mengelilingi kompleks bungalow. Keadaan di belakang bungalow ini tidak akan terlihat dari sudut manapun.

Satu babak permainan yang panjang dan liar sudah kami selesaikan dengan satu hentakan dan dengusan napas panjang. Keadaan ranjang berantakan sekali. Sprei sudah terlepas dan tersingkap kemana-mana. Bantal dan guling berjatuhan di lantai. Pakaian berceceran di lantai.

Setelah mandi bersama dengan air panas kubawa kursi plastik tanpa sandaran tangan yang ada di teras bungalow ke belakang. Aku bertelanjang ada, hanya mengenakan celana pendek tanpa celana dalam. Kupikir mengenakan celana dalampun percuma. Tetanggaku yang binal ini masih minta extra show.

Aku duduk sambil mengamati bunga yang banyak tumbuh di sana. Sejuknya udara puncak membuatku berniat masuk ke kamar. Tapi sebelum aku beranjak Hanny telah menyusulku dengan mengenakan jubah mandi. Aku yakin 101%, dia tidak mengenakan apa-apa lagi di baliknya.

"Enak juga duduk disini, sepi", katanya sambil menjatuhkan pantatnya di pangkuanku. Tangannya langsung merangkul leherku. Hhh..

Kami mengobrol sambil sementara tubuhnya masih berada dipangkuanku. Sejuknya udara hilang begitu saja karena panas tubuh kami yang saling menghangatkan. Hanny mulai menggelitik telingaku dengan lidahnya,

"Lagi dong.. Yang!" bisiknya lirih.

Kuubah posisi duduknya sehingga ia kupangku dengan tubuh berhadapan. Kutarik rambutnya ke belakang sehingga kepalanya menengadah dan lehernya yang putih mulus segera basah oleh jilatan dan kecupanku.

Perlahan-lahan kejantananku bangkit kembali. Kemudian kutarik tali jubah mandinya. Mataku tak berkedip. Buah dadanya yang montok putih mulus dengan puting yang coklat kemerahan terasa menantang untuk kulumat. Kuremas-remas lembut payudaranya yang semakin mengeras.

"Ohh.. Teruss To.. Teruss..!" desahnya.

Kuhisap-hisap putingnya yang keras seperti kelereng, sementara tangan kiriku meremas pinggang dan buah pantatnya. Desahan kenikmatan semakin keras terdengar dari mulutnya. Kemudian ciumanku beralih ke ketiaknya. Hanny mengangkat lengannya untuk memberikan kesempatan padaku menciumi ketiaknya. Ia kegelian sambil mendesah, matanya terpejam dan kepalanya menengadah.

Ia mengikik ketika melihat kejantananku sudah setengah berdiri menempel pada perutnya. Tanpa basa-basi, ia menyambar kejantananku serta meremas-remasnya.

"Oh.., ennaakk.., terussh..!"

Desisanku ternyata mengundang gairahnya untuk berbuat lebih jauh. Ia kemudian melepaskan pelukanku dan berjongkok. Ditariknya celanaku hingga terlepas dan dengan serta merta melumat kepala kejantananku.

"Uf.. Sshh.. Auhh.. Nikmmaat.." Dikeluarkannya seluruh kemahirannya.

Ia tidak memberikan kesempatan kepadaku untuk berbuat banyak kecuali merintih dan memegang kepalanya. Dengan semangat, bibirnya mengulum dan tangannya mengurut kejantananku. Aku terbuai dengan sejuta kenikmatan. Tangannya terus mengocok, dan mulutnya terus melumat dan memaju-mundurkan kepalanya.

"Oh.. aduhh..!" teriakku dengan penuh kenikmatan.

Kuangkat lengannya, kami berdiri, kemudian berputar, kududukkan dia di atas kursi. Ia mengerti maksudku. Posisi duduknya agak maju, kakinya dibuka lebar. Kusibakkan pahanya semaik lebar. Aku melihat vaginanya yang berwarna merah muda dengan rumput hitam yang tebal tapi ditata rapi..

Aku berjongkok di depannya. Jari tengah dan ibu jariku membuka vaginanya. Dengan penuh nafsu, aku menciumi kemaluannya dan kujilati seluruh bibir luar dan sampai bibir dalamnya.

"Oh.. teruss.. An.. To.. Aduhh.. Nikmat..".

Aku terus mempermainkan klitorisnya yang sebesar biji kacang tanah. Seperti orang yang sedang berciuman, bibirku merapat di belahan vaginanya dan lidahku terus berputar-putar di dalamnya.

"Anto.. oh.. teruss sayamgg.. Oh.. Hhh!!".

Desis kenikmatan yang keluar dari mulutnya, semakin membuat gairahku berkobar. Kusibakkan bibir kemaluannya tanpa menghentikan aksi lidahku.

"OOoh.. Nikmat.. Teruss.. Teruss.." teriakannya semakin merintih.

Ia menekan kepalaku dan menjepit dengan pahanya. Ia mengangkat pinggul, cairan lendir yang keluar dari dinding vaginanya semakin membanjir. Sebagaimana yang ia lakukan kepadaku, aku juga tidak memberikan kesempatan padanya untuk melepaskan kepalaku. Vaginanya sudah basah terkena ludah bercampur lendirnya. Aku jilat lagi, terasa sedikit asin tapi nikmat.

"Sudah To.. Sudah.. Ayo kita..!!"

Aku meraih tangannya dan kubaringkan di atas rumput. Rambutnya sudah awut-awutan, jubah mandinya sudah melorot. Dengan sedikit mengerakkan badan, maka jubah mandinya pun terlepas, menjadi alas tempat kami bergulat. Kemudian kami sama-sama berpagutan bibir. Ternyata, wanita cantik ini benar-benar sangat agresif dan ekspresif.

Kugulingkan badanku, aku ingin untuk sementara ia yang mengendalikan kapal. Ia menjilat leher kemudian dada dan putingku. Aku merasakan nikmat yang luar biasa. Hanny tersenyum. Lalu kucium bibirnya. Kami berciuman kembali. Lidahnya dimasukkan ke dalam mulutku, menari dalam rongga mulutku dan menjilati langit-langit mulutku. Aku membalas dengan mengulum dan menghisap lidahnya.

Gairah kami semakin bergelora dan kini saatnya untuk menimba kenikmatan. Kutarik buah kejantananku sehingga kelihatan semakin tegak dan memanjang. Pinggulnya naik dan bergerak di atas pahaku. Kumasukkan kejantannaku ke dalam vaginanya yang basah. Blesshh..

"Hhhahh!! Ooh.., enakk..".

Tanpa mengalami hambatan, kejantananku terus menerjang ke dalam vaginanya.

"Oh.., Gimana.. Rasanya sayang.., Ouuh!!" ia berbisik.

Batang penisku sepeti dipilin-pilin. Hanny terus menggoyangkan pinggulnya.

"Oh.. Hannyku.. Terus.. Sayang.. Mmhhkk..".

Pinggulnya kuhujamkan lagi lebih dalam. Hanny dengan hentakan pinggulnya yang maju mundur, naik turun dan berputar semakin menenggelamkan kontolku ke liang kenikmatannya.

"Oh.. Isap dadaku.. Sayaangg, remass.. Terus.. Oh.. Uhhu..!" Erangan dan rintihan kenikmatan terus memancar dari mulutnya.
"Oh.. Hanny.., terus lebih cepat..", teriakku menambah semangatnya.

Goyangan pinggulnya semakin di percepat. Tangannya menekan kuat dadaku. Aku menaikkan pinggulku dan bergerak melawan arah gerakan pinggulnya agar bisa saling memberikan kenikmatan.

"Ahh.. Ah.., aku.. Cepat.. Aku.. Maa.. Uu.. Keluuaarr.. Oh..!" ia mendesah.
"Jangan.. Ta.. Han dulu aku masih ingin menik.. Mati tu.. Buh.. Mu!" kataku terengah-engah.

Aku tahu wanita ini hampir mencapai puncak kulminasi kepuasannya.

Kemudian aku membalikkan tubuhnya, sehingga posisinya di bawah. Kuputar dan kunaikturunkan pinggulku. Iapun membalasnya dengan gerakan berlawanan. Kalau aku berputar ke kiri, ia ke kanan. Kalau aku menaikkan pinggul ia menurunkannya dan ketika aku menurunkan pinggulku, maka pinggulnya pun naik menyambut hantamanku sambil memekik kecil.

Kuberikan isyarat agar berhenti dulu sambil beristirahat sejenak. Kami hanya berdiam dengan saling memeluk. Kali ini tidak ada erangan atau pekikan. Yang ada hanya desisan kecil dan desahan lembut. Otot kemaluan kami saling berkontraksi. Rasanya kejantananku seperti diisap oleh sesuatu yang lembut. Tangannya terus mengelus punggung dan pinggangku.

Setelah beberapa saat berdiam, maka dengan perlahan aku mulai menggenjotnya lagi. Kuberikan irama 7-1. Aku menggenjotnya dengan pelan tujuh kali dan berikutnya kuhempaskan seluruh berat tubuhku di atas tubuhnya.

"Hhgghhkk..". Ia menahan napas menahan gempuranku.

Bibirnya mengejar putingku dan mengulumnya.

"Ohh.. Hanny.. Geli.. Desahku lirih. Namun Hanny tidak peduli. Ia terus mengecup, mengulum putingku kanan kiri berganti-ganti.

Karena rangsangan pada putingku maka kupercepat genjotanku sehingga ia memekik-mekik kecil.

"Oh.. Anto.. Nikmatnya.. Jantanku.. Kamu..!"

Ia diam hanya menunggu dan menikmati gerakanku. Beberapa saat ia hanya diam saja, seolah-olah pasrah. Aku menjadi gemas, kutarik rambutnya kebelakang. Dadanya naik dan kugigit putingnya. Kukecup gundukan payudaranya kuat sampai memerah

"Ouhh.. Sakit.. Ped.. Dih. Ouhh..!"
Kurasakan aku tidak akan kuat lagi menahan desakan dalam saluran kencingku. Kutatap matanya dan kubisikkan," Sekarang.. Yang.. Sekarang".
Ia mengangguk lemah," Yyachh.. Eghhkk".

Begitu semprotan pertama kurasakan sudah diujung laras meriamku, maka kembali kuhempaskan tubuhku ke bawah. Hanny menyambutnya dengan menaikkan pinggulnya kemudian memutar dengan cepat dan kembali turun. Tangannya menjambak rambutku dan kemudian memukul-mukul rerumputan. Akupun menarik rambutnya dan kepalaku kutekan di lehernya.

"Oh.. To.. Anto.. kau begitu pintar memuaskanku. Gila.. Kau liar sekali kuda arabku", ujarnya.

Denyutan-demi denyutan berlalu dan semakin melemah. Kukecup kening dan bibirnya dan menggelosor di sampingnya.

"Kalau begini terus rasanya aku tidak usah pakai pakaian saja To" katanya mesra sambil mengusap-usap dadaku.

Setelah beberapa lamanya berpelukan dan beberapa kali ciuman ringan, udara dingin kembali terasa.

Kami masuk ke dalam. Mandi berpelukan berendam dalam air hangat dan memejamkan mata. Setelah itu kami makan sate kambing dan minum air jahe untuk bekal pertempuran berikutnya. Aku sebenarnya sudah puas dan cukup, namun karena ia memintanya lagi maka aku harus bersiap lagi.

Tamat




Komentar

0 Komentar untuk "A Taste of Honey 4 - Outward Adventure - 2"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald