Once upon a winter in Beijing - 1

0 comments

Temukan kami di Facebook
Saat itu, bulan Januari 2000 di Beijing, suasana tahun baru masih terlihat mewarnai kota berpenduduk 12 juta orang itu. Selama liburan musim dingin itu banyak teman-teman dekatku termasuk roomate-ku yang pulang. Aku tidak pulang karena waktu libur musim panas 6 bulan sebelumnya aku baru pulang, sekalian menghemat biaya, apalagi saat itu rupiah sedang terpuruk.

Aku mengisi waktu luang selama sebulan lebih itu dengan tour ke kota-kota di selatan yang cuacanya relatif lebih hangat seperti Hongkong, Shenzhen, dan Guangzhou. Sepulangnya ke Beijing, liburanku ternyata masih tersisa lebih dari seminggu. Sisa hari yang sepi dan membosankan itu kuisi dengan main PS, nonton VCD, dan jalan-jalan ke mall. Aku sering berkhayal bagaimana rasanya dingin-dingin gini ada cewek cantik yang menemaniku.

Akhirnya pada suatu ketika terwujud juga impianku. Suatu hari aku sedang berjalan-jalan di Xidan, salah satu pusat perbelanjaan di sana (sebagai info, harga barang di sini sangat murah, asal pintar menawar kita bisa mendapatnya dengan setengah harga). Lelah setelah berkeliling dan belanja seharian, aku memasuki restoran KFC untuk mengisi perut.

Ketika aku sedang makan, kudengar suara orang berbicara dalam bahasa Indonesia, ternyata suara itu berasal dari 2 gadis cantik duduk tidak jauh di sampingku. Yang satu tinggi langsing, berambut panjang kemerahan, bermata sipit, dan yang satunya lagi berambut sebahu lebih dikucir. Aku tadinya bermaksud menyapa, namun kutunda niatku setelah kudengar mereka sedang membicarakan diriku.

Dengan sikap pura-pura cuek, kusimak percakapan mereka.
"Eh, Len, liat ngga cowok yang sendirian disana tuh, ok juga yah.." kata yang rambut panjang.
"Gile lu, suaranya keras amat, kalo dia denger gimana..?"
"Fang xin lah (tenanglah), biar denger juga dia ngga ngerti kok." (ternyata mereka tertipu oleh wajah Chineseku yang mirip orang sana, ditambah lagi penampilanku waktu itu yang mirip orang lokal).

"Hhmm.., lumayan juga sih, rambutnya mirip Nicholas Tse, gatal ya Rik, gara-gara udah lama ngga ketemu si Edwin."
Aku berusaha menahan tawaku dengan menutup mulut atau melihat ke arah lain. Lalu aku sengaja lewat di depan mereka dan menyapa dengan ramah.
"Hai, anak Indo juga nih..!"
Mereka kaget setengah mati terutama yang berambut panjang itu, wajahnya memerah dan tertunduk malu, yang rambutnya dikuncir melirik pada temannya sambil tertawa kecil.

Singkatnya, perkenalan kami berlanjut dan kuketahui yang berambut panjang kemerahan itu bernama Rika, umur 22 tahun, sebaya denganku dan yang satunya bernama Sharlen, umur 20 tahun. Mereka berdua sudah setahun belajar bahasa di sini. Senang sekali akhirnya aku dapat ngobrol panjang lebar dengan bahasa Indonesia lagi. Habis makan kami berkeliling menikmati suasana senja kota Beijing yang masih diselimuti salju.

Walaupun baru kenal, namun kami begitu cepat akrab, mungkin karena faktor senasib sepenanggungan di negeri lain. Sifat Sharlen yang kalem dan wajahnya yang imut seperti Kyoko Fukada membuatku jatuh hati padanya, aku berusaha untuk lebih mengenalnya lebih dalam. Tidak terasa waktu cepat berlalu, sehingga sekarang sudah hampir jam 9 malam. Taksi yang membawa kami tanpa terasa pula sudah mendekati apartemen mereka di daerah Xueyuan Lu.

"Her, mau liat-liat tempat kita ngga? Temenin tuh si Sharlen, dia kan pengen punya pacar." kata Rika sambil tertawa.
"Idihh, siapa yang mau, lu kali Rik." balas Sharlen menyikut temannya.
"Lain kali deh, takut kemalaman. Tempat gua masih jauh sih." jawabku berbasa basi.
"Aahh, takut amat sih malam juga masih ada taksi kok, lagian Beijing kan aman ngga kaya Indo." kata Rika.
"Iya Her, kita juga lagi suntuk nih, banyak yang pulang sih." sambung Sharlen.

Akhirnya aku memutuskan mampir di tempat mereka dulu. Sebelum ke apartemennya, mereka membawaku mengitari daerah sekitar yang merupakan daerah kost dan sekolah pelajar-pelajar mancanegara itu. Udara menjadi hangat dan tercium aroma khas kamar cewek begitu kumasuki kamar mereka yang tidak terlalu besar namun tertata rapih (beda dengan kamarku yang mirip kapal pecah).

"Eh, lu orang ngobrol aja dulu, gua mau berendam dulu yah." kata Sharlen, lalu dia mengambil handuk dan menuju ke kamar mandi.
Sepeninggal Sharlen, aku dan Rika ngobrol-ngobrol sambil nonton TV. Rika orangnya agak bawel dan kocak, kami terhanyut dalam gelak tawa obrolan kami, dari situ kuketahui bahwa dia sudah punya pacar di Indonesia, kukorek keterangan lebih lengkap mengenai Sharlen, thanks God ternyata Sharlen belum ada yang punya, jadi terbuka kesempatan bagiku untuk mendapatkannya.

20 menit kemudian Sharlen keluar dari kamar mandi dengan memakai piyama ungu, rambutnya kini terurai sampai sebahu, wajahnya tetap menawan walaupun tanpa make-up.
"Rik, udah tuh, ngga mandi lu..?" tanya Sharlen.
"Ok, gua mau berendam bath-tub dulu nih, lu duaan pacaran dulu gih..!" godanya sambil ngeloyor ke kamar mandi.
Sementara Rika mandi, aku melakukan pendekatan terhadap Sharlen, ditemani acara TV dan minum Red Wine sebagai penghangat badan kami ngobrol dengan penuh keakraban.

Sharlen orangnya agak pendiam, namun omongan kami terasa cocok, kupancing dia dengan kisah-kisah lucu agar dia menampakkan senyumnya yang indah. Ternyata Sharlen orang yang tidak kuat minum, beberapa gelas red wine membuat wajahnya memerah dan bicaranya mulai ngelantur. Aku mengambil gelas dari tangannya dan menyuruhnya berhenti minum, kusarankan agar dia tidur saja, namun mendadak dia menjatuhkan dirinya ke pelukanku.

Aku hendak membetulkan posisinya, namun uupps.. secara tidak sengaja aku malah memegang payudaranya yang terasa kenyal itu. Kutatap wajahnya yang manis dengan matanya yang sayu akibat mabuk, bibirnya yang tipis dan indah itu sungguh menggodaku. Nafsuku mulai bangkit, kuberanikan diri memeluknya lebih erat, sesuai harapanku dia balas memeluku. Kusandarkan dia ke pinggir sofa, di dekat telinganya kubisikkan kata-kata romantis bahwa aku menaruh hati padanya. Wajahnya makin memerah mendengarnya, dengan penuh perasaan kukecup lembut keningnya.

Setelah kontak mata, sejenak kutempelkan bibirku pada bibirnya, sepertinya aku mendapat respon positif darinya. Dia melingkarkan tangannya pada leherku dan mulutnya membuka menyambut lidahku untuk beradu. Kancing atas piyamanya kubuka dan kuselipkan tanganku ke dalam piyamanya, karena dia tidak memakai BH. Tanganku tidak mendapat halangan untuk menjelajahi payudaranya dengan melakukan remasan dan mempermainkan putingnya hingga kurasakan puting mungil kemerahan itu mengeras.

Kubuka semua kancing piyamanya sehingga dapat kulihat jelas kedua payudara Sharlen yang putih montok berukuran 34C. Aku menindihnya sambil terus ber-French Kiss, buah dadanya kuraba-raba dan kugesekkan kemaluanku yang menempel tepat pada kemaluannya. Tubuhnya menggelinjang dan kurasakan napasnya yang mulai tidak teratur. Sekarang kami bertukar posisi menjadi aku di bawah dan dia di atasku, ditanggalkan piyamanya lalu menaikkan sweatter dan kaosku. Dijilatinya putingku sementara tangannya mengelus dada dan daerah selangkanganku.

Sedang asyik-asyiknya berciuman, tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan Rika keluar dengan memakai gaun tidur sambil menyisir rambutnya yang agak basah. Dia tercengang melihat pemandangan di depannya, begitu juga aku. Sharlen dalam keadaan topless dengan tanganku di atas payudaranya, tidak ada alasan apapun untuk mengelak.

Sharlen dengan nada mabuk malah berkata, "Hai, Rik ngapain kok bengong sih..?"
Setelah hilang rasa kagetnya, Rika mulai tersenyum dan mendekati kami.
"Eh, sepertinya lu lagi butuh penghangat ya Len, gimana kalo lu jadi penghangat kita berdua Her..?"
Habis berkata, dia menanggalkan dasternya dan menyisakan sebuah celana dalam merah muda.

Tubuh Rika tidak kalah indahnya dari temannya, payudaranya kencang berisi walaupun tidak sebesar milik Sharlen (berukuran 32B). Dia juga memiliki sepasang paha jenjang dan mulus. Aku memberikan tempat di sebelah kiriku padanya, jadi sekarang posisiku sedang di antara dua gadis cantik. Secara bergantian aku mencium dan meraba-raba tubuh mereka, mereka pun tidak kalah agresifnya membalas dengan melucuti satu persatu pakaianku. Aku melumat bibir Sharlen dan tanganku menyusup ke balik celana piyama dan CD-nya, di sana kurasakan bulu-bulu halus dan kemaluannya yang sudah berlendir, bibir dan lidahku mulai menjelajahi leher dan pipinya yang halus lalu turun ke payudaranya.

Sementara itu tanganku yang satu lagi meremas-remas payudara Rika yang sedang merunduk dan membuka resleting celanaku dan mengeluarkan batangku yang sudah tegang, dimainkannya batangku dengan kocokan, jilatan, serta kulumannya. Setelah beberapa saat aku ingin ganti dikaraoke Sharlen dan merasakan tubuh Rika, maka kuraih kepala Sharlen mendekati penisku. Tanpa harus kusuruh lagi benda itu sudah dilahapnya dan menjadi permainan lidahnya. Tidak kusangka ternyata Sharlen yang seperti gadis lugu itu sangat ahli dalam hal ini (belakangan kutahu dia pernah petting dan oral sex bersama mantan pacarnya dulu).

Di saat yang sama aku sedang menikmati percumbuan dengan Rika, tanganku bergerilya menelusuri keindahan tubuhnya. Sesampainya di bawah, kutarik lepas CD minimnya, kulihat kemaluannya yang masih rapat dihiasi bulu kemaluan yang rapih dan tidak terlalu lebat. Harum tubuhnya menyebabkan nafsuku makin membara, tanganku memegangi kedua payudaranya, kuhisap-hisap dan kusentil-sentilkan putingnya dengan lidahku. Tubuhnya mengelinjang disertai desahan merasakan kenikmatan yang yang tiada tara.

Kemudian Rika berlutut di sofa dan mendekatkan kemaluannya padaku. Dengan penuh perasaan kuciumi dan kujilati kemaluannya itu, lidahku membelah bibir kemaluannya mencari-cari klistorisnya. Dia mengerang sambil meremas rambutku dikala kujilat dan kusedot kemaluannya. Ketika sedang enak-enaknya menikmati vagina Rika, mendadak kurasakan batangku mau meledak dan tepat ketika Sharlen sedang mengeluarkannya dari mulut dan mengocoknya, menyemburlah maniku membasahi wajah dan tangan Sharlen. Dia menjilati sperma di sekitar mulutnya, lalu bersama Rika dia menjilati batangku sampai bersih.

"Eh, mendingan pindah aja ke ranjang kita yuk, di sini sempit ngga enak..!" kata Rika memberi usul.
Kubantu Rika menggeser kedua ranjang di ruang itu hingga menyatu agar medan tempur menjadi lebih luas dan nyaman. Lalu kugendong Sharlen menuju ke ranjang yang sudah disatukan itu, kubaringkan dia di sebelah Rika yang sudah menunggu sambil berbaring menyamping. Begitu naik ranjang, langsung kulucuti celana piyama dan CD-nya, sekarang seluruh keindahan tubuh Sharlen tertampang jelas di depanku, kemaluannya dipenuhi bulu-bulu hitam lebat, segaris luka jahitan (akibat terkena pecahan kaca waktu kecil) pada betis kirinya tidak sedikit pun mengurangi kemolekan tubuhnya.

Kedua paha jenjang Sharlen kurenggangkan dan kuarahkan batangku yang sudah licin oleh ludah dan sisa maniku pada liang kemaluan Sharlen.
"Pelan-pelan Her, dia masih perawan loh..!" kata Rika.
Dengan perlahan aku mendorong batangku memasuki vaginanya. Ternyata benar kata Rika, liang itu benar-benar sempit walaupun sudah dibantu ludah dan cairan kemaluan. Untuk kedua kalinya kucoba lagi mendobrak benteng keperawanannya, kali ini jari-jariku membuka bibir kemaluannya, sementara tanganku yang lain membimbing batangku memasuki liang itu.

Nampaknya usahaku mulai membuahkan hasil, sedikit demi sedikit batangku mulai tertanam dan kurasakan jepitan yang kencang dari dinding vaginanya. Sharlen merintih menahan sakit sambil mencengkram lengan Rika di sebelahnya dan menggigiti bibir bawahnya. Setelah masuk setengahnya, langsung kutekan dalam-dalam dan kurasakan batangku membobol suatu selaput, Sharlen pun menjerit kesakitan seiring dengan menetesnya sedikit darah dari kemaluannya. Kupeluk dia untuk menenangkannya, nampak air mata menetes dari matanya. Sambil kubiarkan batangku menancap, aku bercumbuan dengannya agar dia dapat membiasakan diri dulu.

Aku menyeka air matanya yang menetes lalu aku mulai menggoyangnya pelan-pelan. Tidak lama kemudian Shalen nampak mulai terbiasa dan menikmati permainanku, karena itu aku semakin mempercepat gerak maju-mundurku. Sharlen terus mendesah sambil menggigiti jarinya dan meremas-remas sprei, sementara di sebelah kami Rika sedang menonton sambil bermain dengan payudara dan kemaluannya sendiri.

Setelah 25 menit kami berganti gaya, kusuruh Rika tidur telentang dan Sharlen telungkup di atasnya dengan posisi doggy. Kembali kumasukkan batangku dan menggenjotnya, tanganku bergantian meremas-remas pantat Sharlen dan mengobok-obok vagina Rika. Payudara Sharlen ikut berayun-ayun seirama gerakan badannya dan putingnya saling bersentilan dengan puting Rika. Saking horny-nya, mereka juga berciuman dan bermain lidah, adegan ini membuat suasana bertambah hot dan gairahku memuncak.

Beberapa saat kemudian tubuh Sharlen mulai mengejang dan menjerit, "Aaahh.. Her.. enakk.. aakkhh..!"
Akhirnya dia mencapai orgasme pertamanya, cairan cintanya menyelubungi batangku sehingga terasa hangat dan licin. Cairan itu mengalir deras membasahi kemaluan kami. Sungguh suatu kenikmatan yang luar biasa, lebih nikmat daripada ketika ML dengan mantan pacarku dan teman Korea-ku yang sudah pulang ke negaranya.

Bersambung . . .




Komentar

0 Komentar untuk "Once upon a winter in Beijing - 1"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald